
INFOMASE, Jakarta: Dinamika politik identitas dan budaya di tanah Papua masih berlangsung hingga hari ini. Kontestasi Pilkada dan pemekaran daerah sangat sarat dengan kepentingan politik, sehingga memicu konflik antara elite dengan elite, serta elite dengan masyarakat Papua.
Hingga hari ini pro dan kontra masih nyaring terdengar terkait Rancangan Undang Undang Daerah Otonomi Baru (RUU DOB).
Rencananya, ada tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur pemekaran DOB di Provinsi Papua. Yakni, RUU Provinsi Papua Tengah, RUU Provinsi Papua Selatan dan RUU Provinsi Pegunungan Papua. Sehubungan dengan hal tersebut, puluhan mahasiswa & pemuda yang tergabung dalam Konferensi Mahasiswa Papua (KMP) melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Dalam Negeri, di Jakarta, Jumat (10/6).
Perwakilan KMP Moytuer Boymasa menuturkan, gelombang dukungan terkait DOB Papua sudah mengalir deras, namun hingga kini belum ada tanda tanda perkembangan dari RUU DOB tersebut.
“Aksi unjuk rasa yang kami lakukan ini sebagai bentuk desakan nyata kepada pemerintah, bahwa Papua harus dimekarkan. Kami selalu berbicara bagaimana Tanah Papua 10, 20 atau bahkan 50 tahun ke depan, dan kami membayangkan Tanah Papua mampu tumbuh dan berkembang yang mana salah satunya adalah karena pemekaran yang kami yakin akan segera dilaksanakan,” papar Moytuer.
“Kami teman teman mahasiswa, pemuda dan masyarakat mendukung penuh pengesahan DOB di Tanah Papua,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, lima orang perwakilan massa aksi diterima langsung oleh Direktur Penataan Daerah dan Otonomi Daerah Khusus Kementerian Dalam Negeri dalam rangka mendengarkan dan menerima aspirasi serta tuntutan dari massa aksi yang tergabung dalam Konferensi Mahasiswa Papua.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Syamsurizal menyatakan, pembentukan RUU tersebut dilakukan tanpa merevisi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.
“Setelah dilakukan penelaahan secara mendalam oleh Komisi II, ternyata bahwasannya pembentukan provinsi-provinsi yang sudah dilakukan pada beberapa waktu yang lalu, maka provinsi-provinsi dari induk yang dimekarkan itu undang-undangnya tidak perlu dilakukan perubahan,” ujar Syamsurizal dalam rapat pleno.
Keputusan itu diambil setelah Komisi II melakukan penelaahan terhadap RUU Pembentukan Papua, RUU Pembentukan Papua Barat dan RUU Pembentukan Papua Barat Daya. Menurutnya, Papua Barat sebagai induk provinsi yang bakal dimekarkan tidak perlu direvisi undang-undangnya dalam proses pembentukan Provinsi Papua Barat Daya.
“Kami hanya mengusulkan untuk mendapat pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi adalah hanya tinggal satu provinsi saja, yakni RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya,” pungkas Syamsurizal. (BH)