
INFOMASE, Bogor: Pekan ini dikabarkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Harga yang ada saat ini tak bisa dipertahankan terus menerus mengingat besarnya subsidi yang dialokasikan negara.
Hal ini diungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam sebuah kegiatan webinar, akhir pekan lalu. Diungkap Luhut, modeling ekonomi untuk penetapan kenaikan harga BBM tengah dibuat.
“Presiden akan mengumumkan mengenai apa, bagaimana, mengenai kenaikan harga ini. Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian, karena kita harga BBM termurah se-kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita,” ujar Luhut, Sabtu (20/8).
Dia pun telah meminta timnya untuk membuat modelling kenaikan inflasi. Menurut dia, meski saat ini masih tergolong terkendali, laju inflasi akan sangat bergantung pada kenaikan solar dan pertalite yang masih disubsidi pemerintah.
Luhut juga meminta masyarakat untuk bersiap untuk kemungkinan adanya kenaikan harga BBM. Pasalnya, pemerintah juga harus menekan terus meningkatnya beban subsidi di APBN.
“Karena bagaimanapun, tidak bisa kita pertahankan demikian. Jadi tadi, mengurangi pressure (tekanan) ke kita karena harga crude oil (minyak mentah) naik, itu kita harus siap-siap,” katanya.
Luhut mengungkapkan, kenaikan harga pertalite dan solar menjadi satu dari sejumlah strategi untuk bisa menekan beban subsidi, selain pengurangan mobil-mobil berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik, dan implementasi B40.
“Subsidi kita kemarin Rp502 triliun, kita berharap kita bisa tekan ke bawah, tadi dengan pengurangan mobil-mobil combustion, diganti dengan listrik, kemudian B40, serta menaikkan harga pertalite yang kita subsidi cukup banyak dengan solar,” ujar Luhut.
Luhut menambahkan pemerintah pun tengah melakukan simulasi skenario pembatasan volume.
“Pemerintah akan terus mendorong penggunaan aplikasi MyPertamina untuk mendapatkan data yang akurat sebelum pembatasan diterapkan,” papar Luhut.
“Yang perlu diingat, keputusan akhir tetap di tangan Presiden. Namun, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memastikan pasokan Pertamina untuk Pertalite dan Solar tetap lancar distribusinya,” tutur Luhut.
Dalam Pembahasan
Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menyebut keputusan terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini dalam pembahasan oleh pemerintah.
“Ini sedang dipikirkan. Jadi masih dalam penggodokan, masih dalam pembahasan, apakah akan dinaikkan atau tidak,”kata Ma’ruf Amin.
Dia mengatakan saat ini beban subsidi negara atas harga BBM sangat besar, lebih dari Rp500 triliun sehingga jika ada kenaikan harga BBM maka hal itu dalam rangka upaya agar subsidi bisa terus berlanjut.
“Bagaimana supaya ini berjalan dengan baik. Jadi APBN kita bisa menopang, tapi juga tidak kemudian kita sampai tidak mampu memberikan subsidi, dan ini sudah ditetapkan 2023,” tutur Ma’ruf.
Pengamat Minta Tunda
Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyarankan pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi pada tahun ini karena dikhawatirkan justru membuat laju inflasi tak terkendali.
“Opsi penaikan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini. Kenaikan harga pertalite dan solar yang proporsi jumlah konsumennya di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut Inflasi,” kata Fahmy.
Dia mengungkapkan bahwa beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga mencapai Rp502,4 triliun, bahkan bisa mencapai di atas Rp600 triliun kalau kuota pertalite ditetapkan sebanyak 23 ribu kilo liter akhirnya jebol.
Meski demikian, kalau harga pertalite dinaikkan hingga mencapai Rp10.000 per liter, menurut dia, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen yoy (year on year).
Dengan inflasi sebesar itu, kata dia, akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.
“Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga pertalite dan solar pada tahun ini,” kata Fahmy.
Menurut Fahmy, pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi yang sekitar 60 persen tidak tepat sasaran. Penerapan MyPertamina, menurut dia, tidak akan efektif membatasi BBM agar tepat sasaran, bahkan menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 CC ke bawah yang berhak menggunakan BBM subsidi.
Pembatasan BBM subsidi paling efektif untuk saat ini, ujar Fahmy, adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan pertalite dan solar. Dengan demikian, di luar sepeda motor dan kendaraan umum, konsumen harus menggunakan pertamax ke atas.
“Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU,” ujar Fahmy.
Untuk itu, dia menuturkan, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukkan ke dalam Perpres No 191/ 2014 sebagai dasar hukum.
“Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru,”kata Fahmy.
Indonesia Paling Murah?
Sejauh ini, PT Pertamina (Persero) terhitung pada 3 Agustus 2022 ini sudah menaikkan harga tiga jenis BBM non subsidinya yakni Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex.
Penyesuaian harga tiga jenis BBM non subsidi itu menjadi kewenangan Pertamina, dengan mempertimbangkan tingginya harga minyak mentah dunia yang saat ini masih betah bertengger di sekitar US$ 100 per barel.
Secara spesifik, di DKI Jakarta misalnya, harga Pertamax Turbo (RON 98) naik dari semula Rp 16.200 per liter menjadi Rp 17.900, sedangkan Dexlite naik dari semula Rp 15.000 per liter menjadi Rp 17.800 per liter. Kemudian, Pertamina Dex naik dari Rp 16.500 per liter menjadi Rp 18.900 per liter.
Adapun kenaikan harga tersebut berbeda disetiap wilayah seperti di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur hingga Papua.
Sementara itu, untuk harga Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau Pertalite di seluruh Indonesia masih sama yakni Rp 7.650 per liter. Adapun harga Pertamax masih juga di bawah keekonomian atau Rp 12.500 per liter di sesuai per wilayah.
Lantas jika dibandingkan dengan harga BBM yang dijual di Asia Tenggara atau Asean kira-kira harga BBM mana yang lebih murah?
- Malaysia
Mengutip laman Global Petrol Prices, rata-rata harga bahan bakar minyak (BBM) untuk bensin di Malaysia tanggal 11/8/2022 mencapai US$ 0,46 per liter atau Rp 6.789 per liter (kurs Rp 14.780/US$). Sementara untuk bahan bakar diesel mencapai US$ 0,483 per liter atau Rp 7.138 per liter.
- Singapura
Rata-rata harga bahan bakar minyak (BBM) untuk bensin di Singapura tanggal 11/8/2022 mencapai US$ 2,026 per liter atau Rp 29.944 per liter. Sementara untuk bahan bakar diesel mencapai US$ 2,019 per liter atau Rp 29.840 per liter.
- Filipina
Rata-rata harga bahan bakar minyak (BBM) untuk bensin di Filipina tanggal 11/8/2022 mencapai US$ 1,437 per liter atau Rp 21.238 per liter. Sementara untuk bahan bakar diesel mencapai US$ 1,419 per liter atau Rp 20.972 per liter.
- Thailand
Rata-rata harga bahan bakar minyak (BBM) untuk bensin di Thailand tanggal 11/8/2022 mencapai US$ 1,313 per liter atau 19.406 per liter. Sementara untuk bahan bakar diesel mencapai US$ 0,987 per liter atau Rp 14.587 per liter.
- Vietnam
Rata-rata harga bahan bakar minyak (BBM) untuk bensin di Vietnam tanggal 11/8/2022 mencapai US$ 1,12 per liter atau Rp 16.553 per liter. Sementara untuk bahan bakar diesel mencapai US$ 1,032 per liter atau Rp 15.252 per liter.
- Laos
Rata-rata harga bahan bakar minyak (BBM) untuk bensin di Laos tanggal 11/8/2022 mencapai US$ 1,723 per liter atau 25.465 per liter. Sementara untuk bahan bakar diesel mencapai US$ 1,249 per liter atau 18.460 per liter. (Bhakti Hariani)