
INFOMASE, Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut penonaktifan Kadiv Propam dan Karo Paminal lebih memudahkan proses penyidikan kematian Brigadir J.
Hal ini diungkap Anggota Kompolnas Albertus Wahyurudhanto seperti dilansir dari Kompas TV, Jumat (22/7). Albertus mengatakan, proses penyidikan tewasnya Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sempat terkendala faktor struktural psikologis.
“Problem yang muncul, ada kendala struktural psikologis karena keterlibatan orang-orang yang berada di bawah Kadiv Propam maupun Karo Paminal,” ujar Wahyurudhanto.
Sebagai informasi, ada dua jenderal polisi yang dinonaktifkan oleh Kapolri. Yakni Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dan Kepala Biro Pengamanan Internal atau Karo Paminal Divpropam Polri Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan.
Lantas, ada satu Kombes yang dinonaktifkan yakni Kapolres Jakarta Selatan (Jaksel) Kombes Budhi Herdi Susianto. Pencopotan sementara terhadap ketiga pejabat Polri itu diketahui berkaitan dengan kasus kematian Brigadir J.
Untuk itulah, kata dia, dengan dinonaktifkannya Kadiv Propram dan Karo Paminal tersebut lebih memudahkan proses penyidikan kematian Brigadir J. Apalagi, lanjut Wahyu, Kapolres Jaksel ini sudah dinonaktifkan dan efeknya akan memperlancar proses penyidikan.
Satu hal yang disorot Kompolnas, misalnya, faktor psikologis struktural antara anak buah dan atasan ini awalnya jadi faktor penghambat. Sekarang, kat mereka Wahyu, ketika mereka dinonaktifkan maka membuat efek nyaman bagi para penyidik untuk mengungkap fakta kematian Brigadir J.
“Mereka ini ‘kan anak buahnya semua. Sekarang tidak ada hambatan psikologis lagi, mereka semua lebih leluasa, nyaman dan tidak ada tekanan lagi,” ujar Wahyurudhanto.
Kompolnas memberi contoh, soal olah TKP di awal perkara yang dilakukan Kapolres Jaksel dengan berbagai macam kejanggalan disebutnya ada potensi faktor psikologis struktural itu.
“Olah TKP ini kan sejak awal dikerjakan anak buah Kapolres. Sehingga akan terkait dengan penyidikan selanjutnya,” tutur Wahyu.
Kompolnas juga menyebut, pihaknya akan memastikan pernyataan Kapolri soal buka-bukaan kasus kematian Brigadir J ini bukan lip service semata.
“Ini upaya agar kasus ini terang benderang,” kata Wahyurudhanto.
Peringatan Jokowi
Dia pun mengingatkan kasus tewasnya Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang disorot publik bukan kasus main-main. Apalagi Presiden Jokowi sampai tiga kali memberi peringatan agar kasus ini segera diselesaikan.
“Sudah tiga kali presiden Jokowi menyatakan hal ini. Jadi, Ini bukan main-main. Kita harus jaga. Jangan sampai institusi Polri ini yang hancur,” tegas Wahyu.
Dikatakan Kompolnas, kasus tewasnya Brigadir J ini persoalan personel, persoalan orang perorang. Untuk itulah, kata dia, pihaknya dan tim penyelidikan tidak akan main-main untuk mengungkap kasus tewasnya Brigadir J ini.
Meski begitu, kasus ini kata dia, jangan sampai dibawa ke institusi Polri. “Ada 460 ribu anggota ini, bahaya ini jangan sampai dibawa ke institusi,” ujarnya.
Diungkap Wahyurudhanto, Kompolnas yang selama ini biasanya di luar untuk pengawasan, saat ini terlibat langsung dalam proses pengungkapan kasus.
“Kapolri juga support langsung. Kami sampai melihat langsung hingga penyidikan ikut dan dilibatkan terus. Di kasus pencopotan, misalnya, yang menjadi kewenangan Kapolri, tapi dalam proses diskusi Kompolnas ikut,” katanya.
Ditegaskan Wahyurudhanto, kepolisian tidak akan main umpetan-umpetan dan membuka data secara luas. “Keberanian Kapolri tidak main-main. Dulu umpetan-umpetan, sekarang tidak bisa lagi. Ada publik melihat,” ujarnya.
Wahyurudhanto mencontohkan, misalnya terkait kejanggalan data, pihaknya, kata dia, mengumpulkan data dari publik itu, baik itu berupa WA, surat, telepon dan lain yang dikonfirmasikan langsung ke kepolisian.
“Nanti Polri yang jelaskan ke publik, kalau tidak masuk akal, ya kami bilang,” pungkas Wahyurudhanto. (BH)