
INFOMASE, Jakarta: Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyesalkan tindakan Kepala Dusun Dung Benteng, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur yang menikahi anak di bawah umur. Pelaku berinisial SMN bin JWS telah dilaporkan oleh keluarga korban, SC, 15 tahun, atas tuduhan persetubuhan anak di bawah umur. Menurut informasi, korban juga baru lulus SMP.
Menurut pengakuan ibu korban, SC dinikahi tanpa restu keluarga. Kepada korban, pelaku mengiming-imingi membelikan rumah hingga mobil. Retno Listyarti mendorong polisi menindak tegas dan menghukuman maksimal pelaku. Apalagi sebagai seorang perangkat desa, pelaku seharusnya dapat menjadi contoh bagi warganya.
“Pelaku juga telah melakukan pernihakan siri tanpa izin dari wali keluarga mempelai wanita, yang jelas bertentangan dengan ketentuan ajaran agama,” ujar Retno dalam siaran pers yang diterima redaksi Infomase, Kamis (16/6).
Di sisi lain, apresiasi disampaikan kepada polisi karena sigap dalam menerima laporan keluarga korban. Polisi pun menerapkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam kasus ini.
Retno menuturkan, tidak adanya istilah suka sama suka pada persetubuhan anak dibawah umur. Perbuatan itu tetap merupakan tindakan pidana.
“KPAI mendorong pelaku dihukum maksimal sesuai ketentuan dalam UU Perlindungan Anak, yaitu 5-15 tahun penjara beserta denda,” tutur dia.
Ketidaktauan keluarga dan bujuk rayu pelaku, kata Retno, makin menguatkan fakta bahwa pelaku sengaja memperdaya korban. Korban yang masih kategori anak di bawah umur berpotensi mengalami tekanan psikologis jangka panjang akibat perbuatan pelaku.
“Karena merasa kehilangan masa depannya akibat perbuatan pelaku,” ujarnya.
KPAI, lanjut Retno, juga mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Ngawi melakukan rehabilitasi psikologi terhadap anak korban, juga Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi untuk melakukan rehabilitasi medis pada anak korban. Selain itu Dinas Pendidikan kabupaten Ngawi juga harus memenuhi hak atas pendidikan anak korban agar korban dapat melanjutkan pendidikan untuk menggapai masa depannya.
“Kasus ini merupakan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, bahkan anak mengalami pemerkosaan dengan dalih perkawinan siri, padahal perkawinan siri tersebut tak diketahui keluarga korban,” pungkas Retno. (BH)